Peningkatan kualitas penyelenggaraan sistem pendidikan dasar di masa depan memerlukan berbagai input pandangan, antara lain: gagasan tentang pendidikan dasar masa depan. Sehubungan dengan pendidikan masa depan tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNESCO telah membentuk sebuah Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk Abad
XXI (The International Commision on Education for the Twenty-First Century), yang diketuai oleh Jacques Delors. Komisi melaporkan hasil karyanya dengan judul Learning: The Treasure Within (1996).
Komisi memusatkan pembahasannya pada satu pertanyaan pokok dan menyeluruh, yaitu: jenis pendidikan apakah yang diperlukan untuk masyarakat masa depan?. Rekomendasi dan gagasan Komisi tersebut tentang pendidikan masa depan, khususnya pendidikan dasar merupakan salah satu input yang dapat dijadikan pertimbangan dalam peningkatan kualitas pendidikan dasar di indonesia.

Komisi Pendidikan untuk Abad ke 21 melihat bahwa pendidikan dasar masa depan merupakan sebuah “paspor” untuk hidup. Pendidikan dasar untuk anak dibataskan sebagai pendidikan awal (formal atau nonformal) yang pada prinsipnya berlangsung dari dari usia sekitar 3 (tiga) tahun sampai dengan sekurangkurangnya berusia 12 sampai 15 tahun. Pendidikan dasar sebagai sebuah “paspor” yang sangat diperlukan individu untuk hidup yang mampu memilih apa yang mereka lakukan, mengambil bagian dalam bangunan masa depan secara kolektif, dan terus menerus belajar (Delors, 1996:118). Dengan demikian, pendidikan dasar memberikan sebuah surat jalan yang sangat penting bagi setiap orang, tanpa kecuali untuk memasuki kehidupan dalam masyarakat setempat, dan masyarakat dunia, termasuk di dalamnya lembaga satuan pendidikan. Pendidikan dasar sangat berkaitan dengan kesamaan untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang layak dan bermutu. Oleh karena itu, pendidikan dasar sangat erat dengan hak azasi
manusia. Hal ini sejalan dengan Deklarasi Beijing tentang Perempuan yang antara lain menyatakan sebagai berikut:
Pendidikan adalah hak azasi manusia dan sebuah alat yang pokok untuk mencapai tujuan memperoleh kesamaan, perkembangan, dan perdamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif memberikan keuntungan baik bagi anak-anak perempuan maupun anak laki-laki, dan dengan demikian pada akhirnya membantu untuk
mencapai hubungan yang mempunyai kesamaan yang lebih besar antara perempuan dengan laki-laki. Kesamaan dalam kemudahan mendapatkan dan mencapai mutu pendidikan adalah perlu apabila lebih banyak perempuan harus menjadi agen perubahan. Perempuan yang melek huruf merupakan sebuah kunci penting untuk meningkatkan kesehatan, gizi, dan pendidikan dalam keluarga dan untuk memberdayakan perempuan untuk berpatisipasi dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat. Investasi dalam pendidikan formal dan noformal serta latihan bagi para gadis dan perempuan, dengan hasil sosial dan ekonomi yang sangat tinggi,
telah terbukti menjadi salah satu cara pencapaian perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang dapat diandalkan.
Pada tahap awal, pendidikan dasar berusaha mengecilkan berbagai perbedaan yang alami dari berbagai kelompok masyarakat, seperti: perempuan, penduduk pedesaan, orang miskin di kota, minoritas etnik yang bersifat marginal, anak yang tidak bersekolah dan anak yang bekerja. Pendidikan dasar dalam waktu yang sama bersifat universal dan spesifik. Pendidikan dasar harus memberikan hal umum yang mempersatukan semua manusia, sedangkan dalam waktu yang sama harus berkenaan dengan tantangan khusus dari setiap kelompok peserta didik yang sangat berbeda. Agar pendidikan dasar dapat terhindar dari pemisahan “kualitas pendidikan” yang dewasa ini membagi dunia menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: a) kelompok
negara industri dengan tingkat pendidikan yang tinggi serta pengetahuan dan keterampilan yang tersedia, dan b) kelompok negara sedang berkembang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah, maka pendidikan dasar perlu untuk memperbaiki defisit pengetahuan di negara berkembang atau terbelakang. Dengan
mendefinisikan keterampilan kognitif dan efektif yang perlu dikembangkan, serta sosok pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik melalui pendidikan dasar, maka mungkin para ahli pendidikan dapat memberikan jaminan bahwa semua anak usia pendidikan dasar, baik yang ada di negara industri maupun di negara
berkembang dapat mencapai tingkat kemampuan minimal dalam bidang-bidang keterampilan kognitif. Dalam hubungan ini, Komisi Pendidikan untuk Abad 21 mengutip Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for All, Pasal 1 Ayat (1)), sebagai berikut:
 Setiap orang – anak, remaja, orang dewasa – akan dapat memperoleh keuntungan dari kesempatan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan belajar yang pokok. Keuntungan ini terdiri atas alat belajar yang pokok (seperti: melek huruf, ekspresi lisan, berhitung, dan pemecahan masalah) dan isi belajar yang pokok (seperti: pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap) yang diperlukan oleh manusia untuk
dapat bertahan hidup, mengembangkan kemampuan mereka secara penuh, hidup dan bekerja dengan bermartabat, berpatisipasi secara penuh dalam pembangunan, meningkatkan mutu kehidupan mereka, membuat keputusan yang terinformasi, dan terus menerus belajar.
 Upaya perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan dasar di Indonesia telah dilaksanakan secara formal sejak tahun 1984 untuk tingkat SD, dilanjutkan pada tahun 1994 untuk pendidikan dasar 9 tahun tingkat SMP. Hasil yang telah dicapai cukup memuaskan sebagaimana ditunjukkan dengan meningkatnya APK  dan APM. Namun akibat krisis ekonomi dan terjadinya konflik sosial di berbagai daerah yang mengganggu program-program pendidikan dasar, maka angka partisipasi menjadi terganggu. Untuk menyelamatkan generasi mendatang dari ancaman kebodohan dan kemunduran, peningkatan partisipasi pendidikan dasar merupakan agenda yang tidak dapat diabaikan dalam pembangunan nasional.

Untuk mendukung keberhasilan penyelengaraan pendidikan dasar yang bermutu di masa depan, maka strategi yang dapat dilakukan adalah, antara lain:
pemantapan prioritas pendidikan dasar 9 tahun, pemberian beasiswa dengan sasaran yang strategis, pemberian insentif kepada guru yang bertugas di wilayah terpencil, pemantapan peran SD kecil dan SMP terbuka, penggalakkan Kejar Paket A dan B, pemantapan sistem pendidikan terpadu untuk anak berkelainan dan peningkatan keterlibatan masyarakat untuk menunjang “pendidikan untuk semua” (education for all).
Supaya lebih bermakna, maka pemerataan dan perluasaan kesempatan pendidikan dasar tidak hanya bernuansa kuantitatif melainkan juga kualitatif. Strategi perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan dasar yang bermutu, termasuk pengembangan pendidikan alternatif, dapat dijadikan sebagai wahana
untuk aktualisasi asas pendidikan sepanjang hayat. Misalnya, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam perlu diposisikan kembali, sehingga tidak kehilangan karakternya sebagai wahana pendidikan yang populis yang berperan besar dalam memperkaya pendidikan nasional.

Pendidikan dasar adalah jenjang terbawah dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/Mts) atau satuan pendidikan yang sederajat.

Posting Komentar Blogger

 
Top